Tembilahan.kabarinvestigasi.co.id. Keberangkatan kepala desa (kades) melakukan studi banding menuai berbagai sorotan, pasalnya, dengan berangkatnya para kades tersebut menjadi potensi melakukan korupsi di tingkat desa.
Sekretaris Gerakan Anti Narkoba dan Korupsi (Granko) kabupaten Indragiri Hilir Rendra Risadi kepada investigasi mengungkapkan, Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) menurut informasi yang dihimpun dilingkungan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemungkinan besar KPK akan meminta laporan studi banding yang dilakukan Kepala Desa kabupaten Inhil ke Lombok Nusa Tenggara Barat seperti yang dilakukan di Kabupaten Pandeglang meminta laporan studi banding yang dilakukan kepala desanya.
“Infomasi yang kami peroleh dilingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, KPK akan meminta laporan studi banding yang dilakukan kepala Desa Kabupaten Inhil ke Lombok Nusa Tenggara Barat”, ujar lelaki kelahiran kabupaten Indragiri Hilir itu Rabu (25/5/2022) kepada investigasi yang mengaku sedang berada di Jakarta
Menurutnya, studi banding yang disoroti KPK tersebut lebih kepada kepatutan saja, sebab di berbagai desa masih terdapat beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan pembangunannya. Oleh karenanya disoroti berbagai pihak.
“Jadi kalau untuk studi banding itu, sebetulnya lebih kepada perhitungan skala prioritas saja, karena masih ada beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan. Jadi mungkin itu yang paling disoroti, ,” ujarnya.
Ia mengatakan, para kepala desa diperbolehkan melakukan studi banding, namun pelaksanaan pembangunan di tingkat desa harus dilihat skala prioritasnya, agar kecenderungan melakukan studi banding lebih positif untuk pengembangan dan inovasi.
” ada pembangunan jalan lingkungan, kemudian sarana air bersih, sarana kesehatan, sarana lainnya untuk kepentingan masyarakat,” katanya.
Lebih jauh lelaki kelahiran Mandah Kabupaten Inhil itu mengutarakan, jika memang hal itu program Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), alangkah baiknya Badan Kerjasama Antar Desa memprogramkan pembangunan infrastruktur antar desa, karena masih banyak jalan-jalan antar desa yang belum terbangun bahkan jalan-jalan antar desa terputus, ujarnya.
Dengan adanya kerjasama antar desa membangun jalan-jalan penghubung desa itu akan sangat berpotensi meningkat perekonomian desa, juga masyarakat akan lebih mudah mengunjungi satu desa dengan desa lainnya karena jalan penghubung desa sudah dapat dilalui, ujar Rendra Risadi.
Sementara Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Cabang Indragiri Hilir (DPC GMNI INHIL) meminta kejelasan mengenai kepala Desa se-Indragiri Hilir yang rencananya akan melakukan studi banding ke Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurut Ketua GmnI Bung Abay kegiatan tersebut tidak mempunyai misi yang jelas, dan hanya menghabiskan dana yang tidak tepat sasaran. Perlu diketahui bahwa kegiatan studi banding para kepala desa menggelontorkan anggaran 15.000.000 Rupiah per desa, jika semua kepala desa ikut yaitu 197 desa, maka totalnya sekitar Rp 2.955.000.000 milliar yang diambil dari anggaran Dana Desa.
“Ada 197 desa di Inhil, jika seluruhnya ikut “liburan” ke Lombok, NTB. Anggaran yang dikeluarkan diambil dari APBDes masing-masing desa. Ini adalah kegiatan yang tidak punya misi yang jelas. Menurut saya, ini konyol!“, Kata Bung Abay seperti yang dilansir liputantanjab.com
Bung Abay mempertanyakan arah pembangunan Pemkab Inhil yang dinilainya tidak jelas sejauh ini. Ia mengatakan lebih baik pemerintah daerah dan pemerintah desa fokus untuk membangun infrastruktur dan ekonomi masyarakat desa yang masih jauh dari harapan pembangunan nasional.
“Saya memperhatikan, bahwa banyak desa yang ekonominya masih jauh dari kata baik. Tidak ada desa yang mempunyai kekuatan ekonomi berdikari. Bukankah tujuan dari program 1 Milliar 1 Desa itu untuk ekonomi masyarakat desa yang berdikari? Sebenarnya kemana arah pembangunan Inhil ini? Tidak jelas!“, Ungkap Bung Abay.
Bung Abay menegaskan dalam waktu dekat akan segera melakukan konsolidasi kepada seluruh mahasiswa, organisasi mahasiswa, dan aktivis-aktivis untuk turun ke jalan menolak dan mempertanyakan maksud dari kegiatan tersebut.
“Kami akan segera melakukan konsolidasi kepada seluruh elemen aktivis yang benar-benar bersama rakyat. Kami akan pertanyakan misinya apa, dan kami juga akan mempertanyakan hasil dari kegiatan tersebut saat mereka kembali. Rapatkan barisan, Merdeka!“, Tegas Bung Abay.
Ketua Umum HMI Cabang Tembilahan mengatakan kami tidak melarang untuk melakukan agenda studi banding, karena studi banding merupakan kegiatan yang bagus dalam menambah dan meningkatkan wawasan pengetahuan, sehingga pengimplementasian secara aplikatif mampu memberikan trobosan-trobosan baru untuk kedepannya lebih baik. Hanya saja, dalam agenda studi banding ke daerah Lombok, NTB (Nusa Tenggara Barat) tidak tepat.
“Yang menjadi pertanyaan kami kenapa studi banding harus dilakukan ke Lombok, terus apa relevansi dari hal yang di studi bandingkan. Apa urgensinya, apakah karakter potensi yang distudi bandingkan sesuai dengan kondisi geografis desa-desa yang ada di kabupaten Inhil”, ujaranya seperti dilansir kilasriau.com
Seharusnya DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa) sebagai fasilitator, harus mengarahkan Desa-desa untuk melakukan studi banding ke daerah lain sesuai dengan potensi yang ada di daerah. Sehingga tidak mengharuskan seluruh Desa yang ada di Inhil untuk melakukan kegiatan studi banding tersebut ke satu daerah saja.
Misalnya, potensi desa-desa yang ada di kecamatan kemuning kurang lebih sama dengan potensi di daerah Sumatera Barat, potensi ini bisa kita studi bandingkan. Misalnya lagi, potensi desa-desa yang ada di daerah Inhil Utara sama dengan potensi yang ada di daerah Kalimantan, kondisi seperti ini bisa kita studi bandingkan. Dan juga untuk desa-desa yang lain, cari dimana daerah lain yang memiliki kesamaan dalam potensi daerah yang sudah maju agar bisa di studi bandingkan. Biar jelas targetnya.
“Kita berharap Studi Banding yang dilakukan itu harus terkonsep, rasional dan memang benar- benar mampu mencari hal baru yang relevan. Selama ini tidak pernah dijelaskan kegiatan studi tersebut tentang apa, dan kenapa harus di Lombok. Kami juga meminta penjelasan tentang ini, termasuk bagi yang telah berangkat juga harus mempertanggungjawabkan hasil studi banding itu ke media dan masyarakat, biar proses pembangunan dan pengelolaan anggaran terlihat lebih menjunjung tinggi azas transparan.
Untuk catatan kita bersama, bagaimana kedepannya bukan desa-desa yang ada di kabupaten Indragiri hilir ini melakukan studi banding ke daerah lain, tapi desa-desa yang ada di daerah lain melakukan studi banding ke daerah kita ini.(Red)