Tembilahan.kabarinvestigasi. Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak Gas dan Bumi pasal Pasal 53. Setiap orang yang melakukan:
a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);
c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah
Pasal 23
(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2, dapat dilaksanakan oleh
Badan Usaha setelah mendapat Izin Usaha dari Pemerintah.
(2) Izin Usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha Minyak Bumi dan/atau kegiatan usaha Gas Bumi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan atas:
a. Izin Usaha Pengolahan;
b. Izin Usaha Pengangkutan;
c. Izin Usaha Penyimpanan;
d. Izin Usaha Niaga.
Namun, kenyataannya sanksi dalam Undang-undang tentang Minyak Gas dan Bumi itu terkesan tidak berarti bagi pelaku-pelaku penyimpan atau penimbun Bahan bakar Minyak (BBM) jenis minyak tanah di beberapa desa di kecamatan Kemuning Kabupaten Inhil Provinsi Riau.
Informasi yang diterima redaksi dari elemen masyarakat Kecamatan Kemuning menyebut kegiatan penyimpanan atau penimbunan atau niaga bahan bakar Minyak (BBM) jenis minyak tanah di Desa Tuk Jimun dan Desa kemuning Tua Kecamatan kemuning diduga tidak mengantongi izin seperti yang diamanatkan UU No 22 tahun 2001 tentang Migas.
Setelah menerima informasi, investigasi melakukan penelusuran. Alhasil, ditemukan penyimpanan atau penimbunan bahan bakar Minyak (BBM) jenis minya tanah di Desa Tuk Jimun.
“kami hanya pekerja bang. Minyak ini jenis minyak tanah dari jambi dan untuk dijual ke berbagai daerah di Inhil seperti pulau kijang dan bahkan sampai ke daerah Inhu”, ujar salah seorang pekerja yang sedang mengisi jeringen.
Lebih jauh oknum pekerja mengatakan, untuk satu jeringen beratnya sekitar 23 Kilogram jika diukur dengan liter sekitar 31 liter dan dijual dengan harga sekitar Rp 260.000 sampai Rp 270.000 per jeringen, ujarnya. Seraya menyebut pemiliknya bernama Fahmi.
Fahmi saat dihubungi melalui telepon selulernya mengaku sedang berada di daerah inhu terkait bisnis minyak tanah.
“Saya sedang berada di daerah Inhu. Tolong dihubungi inisial S”, ujarnya dari balik telepon selulernya.
S saat dihubungi melalui telepon selulernya mengakui bahwa bahan bakar minyak (BBM) di Desa Tuk jimun adalah bahan bakar minyak (BBM) jenis minyak tanah.
“ya benar bahwa BBM jenis minyak tanah itu benar pemiliknya bernam Fahmi. Dan saya hanya diminta membantunya”, ujar S dari balik telepon selulernya.
Di tempat terpisah Ketua LSM Gerakan Anti Narkoba dan Korupsi (Granko) Kabupaten Inhil Maulana melalui sekretarisnya Rendra Risadi mengatakan, jika memang kegiatan penyimpanan atau penimbunan BBM jenis Minyak tanah di Desa Tuk Jimun dan desa lainnya di Kecamatan kemuning tidak memius liki izin sesuai yang diamanatkan UU No 22 tahun 2001 tentang Minya Gas dn Bumi, jajaran kepolisian di Sektor Kemuning baik di Polres Inhil harus mengambil sikap untuk menindaknya secara tegas karena sudah menyalahi aturan yang berlaku di Indonesia.
“Diminta jajaran kepolisian di sektor Kemuning dan Polres Inhil menertibkan kegiatan penyimpanan atau penampungan BBM yang tidak memiliki izin. Sehingga, para pelaku usaha dalam menjalankan usaha sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu terlebih dahulu melengkapi izin usahanya”, ujar Rendra Risadi dengan tegas.
Kapolsek Kemuning Benhardi saat dikonfirmasi Sabtu (9/7/2022) mengatakan akan dicek Panit reskrim.(Red)