Jakarta. Kabar investigasi. Co. Id. Mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Simon Felix Sembiring meminta agar pemerintah mempertimbangkan sungguh-sungguh kepentingan bangsa dalam memutuskan diperpanjang atau tidaknya kontrak karya (KK) PT Vale Indonesia yang akan berakhir pada 2025 mendatang, tepatnya 28 Desember 2025.
Sebab, KK Vale ini sudah mengalami perpanjangan satu kali pada Januari 1996. Kemudian ada penyesuaian (amandemen) terhadap UU No.4/2009 tentang Minerba pada tahun 2010, terutama tentang kewajiban divestasi.
KK pertama Vale dimulai sejak 1968 lalu (dulu namanya PT.Inco Indonesia). Artinya, sudah lebih dari 50 tahun PT Inco yang kemudian menjadi PT. Vale telah menambang nikel di Indonesia. Pada perpanjangan pertama, perusahaan ini sebenarnya sudah melanggar isi KK, dimana pada tahun 2010 seharusnya wajib mendirikan tambahan 1 unit pengolahan di Bahudopi. Namun hal itu tidak terlaksana dan Pemerintah tidak memberikan sanksi.
Mayoritas saham PT Vale Indonesia hingga kini masih dimiliki asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) 15%.
Sementara saham murni Indonesia “hanya” 20% yakni dimiliki Holding BUMN Tambang MIND ID, sementara 20,7% merupakan saham publik terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang belum tentu murni dimiliki Indonesia.
“Jika KK Vale diperpanjang dengan IUPK (izin usaha pertambangan khusus), dimana mayoritas sahamnya tetap asing, itu artinya pemerintah dan lembaga tinggi negara dan seluruh jajaran pimpinan nasional yang diam saja dan tidak memberi pendapat secara komprehensif sesuai kewenangannya, boleh saja diinterpretasikan telah melakukan tindakan masa bodoh atau mungkin sedang melakukan penghianatan terhadap bangsa ini,” kata Simon dalam keterangan nya pada hari Minggu (13/8/2023).
Pendapat Dr Simon itu terungkap setelah terjadi dialog dengan Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman.
Simon berpendapat, semua pihak semestinya membaca dengan cermat dan seksama isi dari kontrak karya (KK) Vale Indonesia, jangan menggunakan analisa politik praktis yang cenderung sesat dan mementingkan diri dan golongan atau kepentingan asing.
“Tidak ada keharusan pemerintah memperpanjang KK tersebut. Bahkan pemerintah berada pada posisi di atas angin untuk tidak memperpanjangnya dengan IUPK (izin usaha pertambangan khusus), dan tidak ada dampak negatif terhadap iklim investasi,” kata dia.
Penjelasan Simon, pemerintah harus tegas melaksanakan isi dari KK dan semua peraturan perundangan. Setelah PT Vale tidak diperpanjang dan harus melaksanakan semua kewajibannya sesuai isi KK wilayah KK akan dikembalikan kembali ke negara.
“Pada saat proses PT Vale melaksanakan kewajibannya, Pemerintah dapat menugaskan PT Antam Tbk untuk melanjutkan operasi dengan pola IUP Operasi Produksi,” ucap dia.
Simon pun menyarankan agar sejak sekarang dibuatkan analisa komprehensif dari sisi:
- Peraturan perundangan dan isi KK (aspek hukum),
- Untung rugi bila tidak diperpanjang (aspek ekonomi).
- KLH (aspek lingkungan),
- Kemampuan anak bangsa (aspek teknik dan managemen), serta jika ingin ditambahkan dengan aspek politik maka gunakan pisau pasal 33 UUD 1945.
Simon bercerita, dirinya dan tim (5 orang), saat Jero Wacik menjabat sebagai Menteri ESDM, diminta membuat analisa perpanjangan KK PT Koba Tin. Kala itu, pihaknya berkesimpulan tidak kuat alasan untuk memperpanjang KK tersebut.
“Apa yang terjadi? Ada intervensi dari tokoh politik dan mantan pejabat penting ke Pak Jero, dan minta agar ditambah satu kesimpulan bahwa perpanjangan patut dipertimbankan apabila saham nasional ditingkatkan,” terang dia.
Namun, dia dan tim tidak mau mengubah analisanya dan akhirnya Koba Tin tidak diberi perpanjangan. “Kalau saya dan tim mau, barangkali ada juga imbalannya. Pihak asing bisa saja dengan segala cara untuk memaksakan kehendaknya,” ungkap Simon.
Yusri sependapat dengan Simon Sembiring soal bagaimana sikap Pemerintah dalam menentukan status KK PT Vale tersebut.(rls CERI)