LIMA, PERU — Presiden Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping menegaskan kembali pentingnya menjaga dialog untuk mengelola persaingan antara Amerika Serikat dan China.
Kedua pemimpin menegaskan hal itu dalam pertemuan puncak pada Sabtu (16/11) di sela-sela Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia-Pacific Economi Cooperation/APEC) di Lima, Peru.
Hubungan Amerika dan China adalah yang hubungan yang “paling penting” di dunia, kata Biden, seraya menekankan tanggung jawab kedua pemimpin untuk tidak membiarkan persaingan berubah menjadi konflik.
“Pembicaraan-pembicaraan ini untuk mencegah kesalahan perhitungan,” kata Biden tentang pertemuan mereka. “Selama empat tahun terakhir, saya pikir kita telah membuktikan bahwa hubungan ini mungkin terjadi,” katanya.
Xi menyatakan sentimen serupa, dengan mengatakan kedua negara “harus mengingat kepentingan seluruh dunia dan memberikan lebih banyak kepastian dan energi positif ke dalam dunia yang bergejolak.”
Pernyataan positif ini tidak lepas dari permasalahan yang sudah berlangsung lama antara kedua negara.
Menurut seorang pejabat senior pemerintah yang berberbicara sebelum pertemuan tersebut tanpa menyebut nama, pada pertemuan itu Biden akan menegaskan kembali “keprihatinannya yang sudah lama ada” atas “kebijakan perdagangan tidak adil dan praktik ekonomi non-pasar” China yang merugikan pekerja Amerika.
Presiden Biden juga akan menyampaikan kepada Xi “keprihatinan mendalamnya” atas dukungan Beijing terhadap perang Moskow melawan Ukraina dan pengerahan pasukan Korea Utara untuk membantu Rusia, serta peningkatan aktivitas militer Beijing di sekitar Taiwan dan Laut China Selatan.
Selain itu, Biden juga akan memperingatkan China atas dugaan perannya dalam meretas penyedia telekomunikasi swasta yang digunakan oleh pemerintah Amerika dan pejabat kampanye presiden, kata penasihat keamanan nasional Jake Sullivan kepada wartawan, Kamis (14/11), di atas pesawat Air Force One dalam perjalanan ke Lima.
“Kami secara berkala menekankan bahwa kami akan merespons ketika kami melihat tindakan diambil, dalam hal serangan siber, spionase siber, intrusi siber,” kata Sullivan.
Hanya beberapa jam sebelum pertemuannya, Xi menampilkan dirinya sebagai pembela “multilateralisme dan ekonomi terbuka,” di hadapan para pemimpin APEC.
Dalam pidatonya, Xi mendesak para pemimpin untuk “meruntuhkan tembok yang menghalangi aliran perdagangan, investasi, teknologi dan jasa.”
Sumber-sumber diplomatik asing yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan kepada VOA bahwa mereka khawatir Amerika akan menjadi lebih proteksionis dan isolasionis di bawah pemerintahan Trump yang akan datang. Presiden terpilih Donald Trump akan dilantik pada Januari 2025.
Pada masa jabatan pertamanya sebagai presiden, Trump menarik diri dari berbagai perjanjian multilateral, termasuk pakta perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pasifik dan Perjanjian Iklim Paris. Dia memberlakukan tarif-tarif yang bersifat menghukum terhadap China. Sebagian besar tarif itu masih diberlakukan oleh pemerintahan Biden. Tak hanya itu, Trump juga meningkatkan tekanan perdagangan dengan mitra-mitra dagang Amerika lainnya, termasuk Eropa dan Jepang.
Selama kampanyenya pada 2024, Trump berjanji akan mengenakan tarif hingga 60 persen untuk semua impor China, dan 10 persen hingga 20 persen untuk barang-barang dari negara lain.
Pertemuan Biden-Xi pertemuan tatap muka terakhir mereka selama Biden menjabat dan merupakan bagian dari tur perpisahan Biden di panggung dunia. Pertemuan kedua pemimpin itu diadakan di hotel tempat delegasi China menginap di Lima.
Kedua pemimpin itu pertama kali mengadakan pertemuan pada 2022 di Bali di sela-sela konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan oleh Indonesia.
Biden pernah menyebut Xi sebagai “diktator” di masa lalu, sementara Xi menuduh Amerika sebagai “sumber kekacauan terbesar” di dunia. Namun kedua pemimpin menekankan pentingnya stabilitas, dan dalam empat tahun terakhir mereka telah berhasil mengatasi persaingan yang rumit tersebut. [ft/ah]